SPECIALIST atau GENERALIST ?
Beberapa tahun yang lalu saya bertanya pada seorang anak muda yang baru bergabung dengan perusahaan: "Mas, apa tupoksi dan keahlianmu?"
"Videographer, pak. Membuat video marketing dan dokumentasi" jawabnya
"Hanya video?" tanyaku
"Tapi Digital Marketing secara umum menguasai kan?" tanyaku lagi
"Maaf, belum pak. Baru menguasai videography dan photography saja" jawabnya
"Mas, kalau mau serius berkarir di perusahaan ini. Harus menjadi generalis dulu. Belajar dengan cepat yaa" pinta ku pada waktu itu.
- - - - - -
"Coach, dalam berkarir sebaiknya saya menjadi Generalis atau spesialis?" tanya seorang anak muda dalam kelas WCM.
Pertanyaan seperti ini sudah sering saya terima. Mungkin teman-teman pun ada yang bertanya-tanya. Saya share jawaban saya atas pertanyaan tersebut
Saya selalu menyarankan untuk menjadi generalis dulu, daripada langsung menjadi spesialis.
Alasannya: Pertama, kalau kita langsung menjadi spesialis, kemampuan konseptual kita akan terbatas. Akibatnya saat bekerja, kita hanya mampu melihat (berpikir) dari kacamata keahlian kita saja. Tentu akan berdampak pada kualitas pekerjaannya. Kedua, pekerjaan spesialis ini adakalanya out of date. Keahlian yang dulu dibutuhkan, bisa jadi saat ini sudah tidak dibutuhkan lagi. Ini tentu membahayakan.
Pengalaman saya sendiri pun memulai dari seorang generalis. Memulai karir managerial sebagai supervisor produksi, kemudian menjadi manajer produksi, factory manager, lalu memegang Human Resources, Sales & Marketing, dan Finance & Accounting. Sebelum akhirnya menjadi GM dan Direktur.
Menempati posisi yang beragam, memaksa saya belajar banyak ilmu. Bukan hanya mengikuti banyak shortcourse, namun juga pendidikan formal. Saya belajar S2 di bidang Sales & Marketing kemudian melanjutkan S3 di bidang MSDM.
Saat memutuskan menjadi konsultan, barulah saya menspesialisasikan diri menjadi KONSULTAN MANAJEMEN BISNIS, dan bahkan lebih spesifik (sub-spesialis) dalam Productivity Improvement dan Behaviour Change.
Barangkali karena berbekal sebagai generalis, maka saat menjalankan praktik sebagai spesialis, praktis tidak pernah menemukan persoalan yang berarti.
Itulah mengapa saya merekomendasikan Anda menjadi generalis dulu.
Termasuk semua konsultan di Human Plus, sebelum menjadi spesialis, mereka wajib menjadi generalis dulu.
Coba perhatikan profesi dokter. Syarat untuk menjadi dokter spesialis harus melewati dokter umum dulu. Kemudian untuk menjadi dokter sub-spesialis harus menempuh dokter spesialis dulu.
Jadi... Anda mau menjadi seorang spesialis atau generalis?
Comments
Post a Comment